1.
Definisi
dan Klasifikasi
Spondilitis tuberculosa adalah
infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh
kuman spesifik yaitu Mycobacterium
Tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB disebut juga
penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini
paling sering ditemukan pada vertebra Th8-L3 dan paling jarang pada vertebra
C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang
arkus vertebra.4
Spondilitis
tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberculosis muskuloskeletal
karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Kondisi
umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah
merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal
merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan
vertebra servikal.13
2.
Etiologi
dan Faktor Resiko13,14
Mycobacterium
tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnon-motile
( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri
Tahan Asam (BTA)) dan tidakdapat diwarnai dengan baik melalui cara yg
konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri
tumbuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi
niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu
untuk membedakannnya dengan spesies lain. Spondilitis tuberkulosa merupakan
infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan
oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe
bovin ) dan 5
10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Lokalisasi
spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal
atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus
urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Meskipun
menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu.
Penularan
penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan
sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya
baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama
6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu
yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam
tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama
beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa
tahun.
Adapun
faktor resiko dari penyakit ini antara lain: endemic tuberculosis, kondisi
sosio-ekonomi yang kurang, infeksi HIV, tempat tinggal yang padat, malnutrisi,
alkoholisme, penggunaan obat-obatan kotikosteroid, diabetes mellitus, dan
gelandangan.
3.
Patofisiologi
Infeksi Mycobacterium
tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembangnya
kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh
penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi
lima stadium, yaitu13:
a.
Stadium I
(Implantasi) : Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari
daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal
soliter atau beberapa level.
b.
Stadium II
(Destruksi awal) : Terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus
intervertebralis.
c.
Stadium III
(Destruksi lanjut dan Kolaps) : Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II.
Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat dan
kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
d.
Stadium IV
(Gangguan Neurologis) : Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan
motoris, sensoris dan otonom.
e.
Stadium V
(Deformitas residual) : Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis
atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.
Daerah yang biasanya terkena bagian
anterior korpus vertebra. Destruksi tulang yang progresif mengakibatkan kolaps
vertebra dan kifosis. Kanal spinalis menyempit karena adanya abses atau
jaringan granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal cord dan defisit
neurologis.13
4.
Gambaran
Klinis14
a.
Onset
penyakit biasanya beberapa bulan-tahun berupa kelemahan umum, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, keringat malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit
pada sore dan malam hari.
b.
Nyeri pada
punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan.
c.
Gibus
(deformitas pada punggung)
d.
Cold
abscess
(pembengkakan setempat)
e.
Abnormalitas
neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi kompresi spinal cord berupa
gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai dengan beratnya destruksi
tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk.
f.
Tuberkulosis
vertebra servikal jarang ditemukan tetapi mempunyai kondisi lebih serius karena
adanya komplikasi neurologis berat. Kondisi ini khususnya diikuti dengan nyeri
dan kaku. Pasien dengan penyakit vertebra servikal bawah ditemukan dengan disfagia
atau stridor. Gejala juga meliputi tortikolis, serak dan defisit neurologis.
g.
Paraplegia,
paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang
menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
h.
Gambaran
paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit
sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
5.
Pemeriksaan
Diagnsotik14
Pemeriksaan
penunjang dalam penegakan diagnosis antara lain:
a.
Tuberkulin
skin test : positif
b.
Laju endap
darah : meningkat
c.
Mikrobiologi
(dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)
d.
X-ray : destruksi korpus vertebra bagian
anterior, peningkatan wedging anterior, dan kolaps korpus vertebra.
e.
CT scan : menggambarkan
tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan
kerusakan tulang, resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih
baik, khususnya daerah paraspinal, mendeteksi lesi awal dan efektif untuk
menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak
F. MRI : standar untuk
mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan
perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis
di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior, paling efektif untuk
menunjukkan kompresi neural.
A. PENATALAKSANAAN MEDIS LBP ec.
SPONDYLITIS TB14
1.
Terapi
konservatif
a.
Medikamentosa
: Rifampisin 10-20 mg/kgBB maksimum 600 mg/hari, Etambutol 15 mg/kgBB maksimum
1200 mg/hari, Piridoksin 25 mg/kgBB, INH 5-10 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari. Etambutol
diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1 tahun. Semua
obat diberikan sekali dalam sehari.
b.
Imobilisasi
c.
Pencegahan
komplikasi imobilisasi lama : turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus
dekubitus, latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur, latihan
pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan mencegah terjadinya
orthostatik pneumonia, latihan penguatan otot bladder training dan bowel
training bila ada gangguan, mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan
penyakit
d.
Program
aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit
2.
Operasi
Indikasi
operasi apabila terdeteksi adanya abses paravertebra, deformitas yang progresif,
gejala penekanan pada sumsum tulang belakang, gangguan fungsi paru yang
progresif, kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan, terjadi paraplegia dan
spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol. Kontra-indikasi operasi apabila
terdapat kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang membahayakan operasi.
Secara
garis besar tindakan operatif dibagi menjadi:
a.
Debridement
: Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra tanpa melakukan tindakan apapun
pada tulangnya.
b.
Operasi
radikal: Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi seluruh tulang
belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang sehat dan posterior mencapai
duramater. Dilanjutkan dengan grafting yang diambil dari kosta atau
tibia. Pada umumnya meliputi anterior radical focal debridement dan
stabilisasi dengan instrumentasi.
B. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI15
Prinsip
utama dari penanganan fisioterapi pada kasus ini adalah memperkuat otot melalui
reedukasi dan mereduksi spastisitas atau rigiditas. Latihan yang
direkomendasikan untuk rehabilitasi penyakit spondilitis TB meliputi stretching, balance training, gait training dan latihan untuk kelompok otot menggunakan
teknik proprioceptive neuromuscular
facilitation (PNF).
1.
Isometric exercise
Penyakit spondylitis
TB biasanya menyebabkan gejala neurologis yang dapat diperburuk dengan
latihan tanpa pengawasan. Oleh karena itu penting untuk meningkatkan latihan dengan
hati-hati. Fisioterapi
biasanya memulai
dengan latihan isometrik. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengembangkan
kekuatan otot melalui kontraksi tanpa gerakan. Dengan cara ini, kekuatan otot
secara bertahap terbentuk dengan
meminimalkan resiko kerusakan lebih lanjut. Setelah memperoleh cukup kekuatan
dan ketangkasan dengan latihan
non-gerakan, maka dilanjutkan untuk
tahap berikutnya.
2.
Stretching exercise
Teknik
ini harus diaplikasikan dengan sangat hati-hati pada pasien spondylitis TB.
Sebagai aturan umum, hanya latihan gentle
stretching yang diperbolehkan. Bahkan sebelum menerapkan tahap latihan ini
pasien harus dibantu dengan latihan passive
movement terebih dahulu. Juga penting untuk menjaga stabilitas tulang
belakang ketika melakukan gentle
stretching exercise tersebut.
3.
PNF techniques
Teknik ini pada awalnya dikembangkan untuk
rehabilitasi pasien post-paralysis. Keuntungan yang diperoleh dari PNF adalah
menstimulasi otot melalui aktifitas kelompok otot, penguluran, dan pemberian
tahanan dengan cara melibatkan serangkaian gerakan berulang.
No comments:
Post a Comment