June 30, 2012

SPONDILITIS TUBERKULOSA


1.        Definisi dan Klasifikasi
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu Mycobacterium Tuberculosa yang mengenai tulang vertebra. Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th8-L3 dan paling jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra, sehingga jarang menyerang arkus vertebra.4
Spondilitis tuberkulosa merupakan bentuk paling berbahaya dari tuberculosis muskuloskeletal karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas dan paraplegia. Kondisi umumnya melibatkan vertebra thorakal dan lumbosakral. Vertebra thorakal bawah merupakan daerah paling banyak terlibat (40-50%), dengan vertebra lumbal merupakan tempat kedua terbanyak (35-45%). Sekitar 10% kasus melibatkan vertebra servikal.13


2.        Etiologi dan Faktor Resiko13,14
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifat acid-fastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidakdapat diwarnai dengan baik melalui cara yg konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu.
Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lain. Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 5 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada vena paravertebralis. Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertular flu.
Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.
Adapun faktor resiko dari penyakit ini antara lain: endemic tuberculosis, kondisi sosio-ekonomi yang kurang, infeksi HIV, tempat tinggal yang padat, malnutrisi, alkoholisme, penggunaan obat-obatan kotikosteroid, diabetes mellitus, dan gelandangan.

3.        Patofisiologi
Infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang selalu merupakan infeksi sekunder. Berkembangnya kuman dalam tubuh tergantung pada keganasan kuman dan ketahanan tubuh penderita. Reaksi tubuh setelah terserang kuman tuberkulosis dibagi menjadi lima stadium, yaitu13:
a.    Stadium I (Implantasi) : Stadium ini terjadi awal, bila keganasan kuman lebih kuat dari daya tahan tubuh. Pada umumnya terjadi pada daerah torakal atau torakolumbal soliter atau beberapa level.
b.    Stadium II (Destruksi awal) : Terjadi 3-6 minggu setelah implantasi. Mengenai diskus intervertebralis.
c.    Stadium III (Destruksi lanjut dan Kolaps) : Terjadi setelah 8-12 minggu dari stadium II. Bila stadium ini tidak diterapi maka akan terjadi destruksi yang hebat dan kolaps dengan pembentukan bahan-bahan pengejuan dan pus (cold abscess).
d.   Stadium IV (Gangguan Neurologis) : Terjadinya komplikasi neurologis, dapat berupa gangguan motoris, sensoris dan otonom.
e.    Stadium V (Deformitas residual) : Biasanya terjadi 3-5 tahun setelah stadium I. Kiposis atau gibus tetap ada, bahkan setelah terapi.
Daerah yang biasanya terkena bagian anterior korpus vertebra. Destruksi tulang yang progresif mengakibatkan kolaps vertebra dan kifosis. Kanal spinalis menyempit karena adanya abses atau jaringan granulasi. Ini mengakibatkan kompresi spinal cord dan defisit neurologis.13

4.    Gambaran Klinis14
a.    Onset penyakit biasanya beberapa bulan-tahun berupa kelemahan umum, nafsu makan menurun, berat badan menurun, keringat malam hari, suhu tubuh meningkat sedikit pada sore dan malam hari.
b.    Nyeri pada punggung merupakan gejala awal dan sering ditemukan.
c.    Gibus (deformitas pada punggung)
d.   Cold abscess (pembengkakan setempat)
e.    Abnormalitas neurologis terjadi pada 50% kasus dan meliputi kompresi spinal cord berupa gangguan motoris, sensoris maupun autonom sesuai dengan beratnya destruksi tulang belakang, kifosis dan abses yang terbentuk.
f.     Tuberkulosis vertebra servikal jarang ditemukan tetapi mempunyai kondisi lebih serius karena adanya komplikasi neurologis berat. Kondisi ini khususnya diikuti dengan nyeri dan kaku. Pasien dengan penyakit vertebra servikal bawah ditemukan dengan disfagia atau stridor. Gejala juga meliputi tortikolis, serak dan defisit neurologis.
g.    Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri.
h.    Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal

5.    Pemeriksaan Diagnsotik14
Pemeriksaan penunjang dalam penegakan diagnosis antara lain:
a.    Tuberkulin skin test : positif
b.    Laju endap darah : meningkat
c.    Mikrobiologi (dari jaringan tulang atau abses) : basil tahan asam (+)
d.    X-ray : destruksi korpus vertebra bagian anterior, peningkatan wedging anterior, dan kolaps korpus vertebra.
e.    CT scan : menggambarkan tulang lebih detail dengan lesi lytic irregular, kolaps disk dan kerusakan tulang, resolusi kontras rendah menggambarkan jaringan lunak lebih baik, khususnya daerah paraspinal, mendeteksi lesi awal dan efektif untuk menggambarkan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak 
F.  MRI : standar untuk mengevaluasi infeksi disk space dan paling efektif dalam menunjukkan perluasan penyakit ke dalam jaringan lunak dan penyebaran debris tuberkulosis di bawah ligamen longitudinalis anterior dan posterior, paling efektif untuk menunjukkan kompresi neural.
A.  PENATALAKSANAAN MEDIS LBP ec. SPONDYLITIS TB14
1.    Terapi konservatif
a.    Medikamentosa : Rifampisin 10-20 mg/kgBB maksimum 600 mg/hari, Etambutol 15 mg/kgBB maksimum 1200 mg/hari, Piridoksin 25 mg/kgBB, INH 5-10 mg/kgBB maksimum 300 mg/hari. Etambutol diberikan dalam 3 bulan, sedangkan yang lain diberikan dalam 1 tahun. Semua obat diberikan sekali dalam sehari.
b.    Imobilisasi
c.    Pencegahan komplikasi imobilisasi lama : turning tiap 2 jam untuk menghindari ulkus dekubitus, latihan luas gerak sendi untuk mencegah kontraktur, latihan pernapasan untuk memperkuat otot-otot pernapasan dan mencegah terjadinya orthostatik pneumonia, latihan penguatan otot bladder training dan bowel training bila ada gangguan, mobilisasi bertahap sesuai dengan perkembangan penyakit
d.   Program aktivitas hidup sehari-hari sesuai perkembangan penyakit
2.    Operasi
Indikasi operasi apabila terdeteksi adanya abses paravertebra, deformitas yang progresif, gejala penekanan pada sumsum tulang belakang, gangguan fungsi paru yang progresif, kegagalan terapi konservatif dalam 3 bulan, terjadi paraplegia dan spastisitas hebat yang tidak dapat dikontrol. Kontra-indikasi operasi apabila terdapat kegagalan pernapasan dengan kelainan jantung yang membahayakan operasi.
Secara garis besar tindakan operatif dibagi menjadi:
a.    Debridement : Dilakukan evaluasi pus, bahan kaseous dan sekuestra tanpa melakukan tindakan apapun pada tulangnya.
b.    Operasi radikal: Eksisi dilakukan dari atas sampai ke bawah meliputi seluruh tulang belakang yang rusak, hingga mencapai daerah yang sehat dan posterior mencapai duramater. Dilanjutkan dengan grafting yang diambil dari kosta atau tibia. Pada umumnya meliputi anterior radical focal debridement dan stabilisasi dengan instrumentasi.

B.  PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI15
Prinsip utama dari penanganan fisioterapi pada kasus ini adalah memperkuat otot melalui reedukasi dan mereduksi spastisitas atau rigiditas. Latihan yang direkomendasikan untuk rehabilitasi penyakit spondilitis TB meliputi stretching, balance training, gait training dan latihan untuk kelompok otot menggunakan teknik proprioceptive neuromuscular facilitation (PNF).


1.    Isometric exercise
Penyakit spondylitis TB biasanya menyebabkan gejala neurologis yang dapat diperburuk dengan latihan tanpa pengawasan. Oleh karena itu penting untuk meningkatkan latihan dengan hati-hati. Fisioterapi biasanya memulai dengan latihan isometrik. Tujuan dari latihan ini adalah untuk mengembangkan kekuatan otot melalui kontraksi tanpa gerakan. Dengan cara ini, kekuatan otot secara bertahap terbentuk dengan meminimalkan resiko kerusakan lebih lanjut. Setelah memperoleh cukup kekuatan dan ketangkasan dengan latihan non-gerakan, maka dilanjutkan untuk tahap berikutnya.
2.    Stretching exercise
Teknik ini harus diaplikasikan dengan sangat hati-hati pada pasien spondylitis TB. Sebagai aturan umum, hanya latihan gentle stretching yang diperbolehkan. Bahkan sebelum menerapkan tahap latihan ini pasien harus dibantu dengan latihan passive movement terebih dahulu. Juga penting untuk menjaga stabilitas tulang belakang ketika melakukan gentle stretching exercise tersebut.
3.    PNF techniques 
   Teknik ini pada awalnya dikembangkan untuk rehabilitasi pasien post-paralysis. Keuntungan yang diperoleh dari PNF adalah menstimulasi otot melalui aktifitas kelompok otot, penguluran, dan pemberian tahanan dengan cara melibatkan serangkaian gerakan berulang.


No comments:

Post a Comment