May 20, 2012

MANAJEMEN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY


  • DEFINISI DAN KLASIFIKASI CP
Definisi yang dipakai secara luas adalah definisi menurut Bax dimana dikatakan bahwa: Palsi serebralis adalah suatu kelainan gerakan dan  postur yang tidak progresif, oleh karena suatu kerusakan/gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. Walaupun lesi serebral tersebut bersifat statis dan tidak progresif, tetapi tanda-tanda perkembangan neuron perifer akan berubah akibat dari maturasi sesuai dengan bertambahnya umur anak.1
Menurut American Academy of Cerebral palsy (AACP) dalam Viola E. Cardwell, bahwa CP adalah berbagai perubahan yang abnormal pada organ gerak atau fungsi motor sebagai akibat dari adanya kerusakan/cacat , luka atau penyakit pada jaringan yang ada di dalam rongga tengkorak.6

Klasifikasi CP bermacam-macam, tergatung berdasarkan apa klasifikasi tersebut dibuat. , CP dibagi menjadi 4 kelompok besar yaitu6:
1.      Spastik
Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika kerusakan otak terjadi pada bagian korteks cerebral atau pada traktus piramidalis. Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sering ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita. Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot (hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya kekakuan. Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan menelan. Jika terus dibiarkan pederita CP dapat mengalami dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan. Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya, yaitu :
a.       Monoplegia
Pada monoplegia, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
b.      Diplegia
Spastik diplegia atau uncomplicated diplegia pada prematuritas. Hal ini disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistem–sistem lain normal.
c.       Hemiplegia
Spastis yang melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah satu sisi tubuh.
d.      Triplegia
Spastik pada triplegia menyerang tiga buah ekstremitas. Umumnya menyerang lengan pada kedua sisi tubuh dan salah satu kaki pada salah salah satu sisi tubuh.
e.       Quadriplegia
Spastis yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai.
2.      Diskinetik
Merupakan tipe CP dengan otot lengan, tungkai dan badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang. Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk, gerakan akan menghilang jika anak tidur.  Tipe ini dapat ditemukan pada 10 – 15 % kasus CP. Terdiri atas 2 tipe, yaitu :
a.       Distonik
Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang abnormal
b.      Atetosis
Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol, khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.
3.      Ataksia
Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum sehingga mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan postur . Tipe ini merupakan tipe CP yang paling sedikit ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe ataxia terjadi penurunan tonus otot (hipotonus), tremor, cara berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.
4.      Campuran
Merupakan tipe CP yang merupakan gabungan dari dua tipe CP. Gabungan yang paling sering terjadi adalah antara spastic dan athetoid.
Berdasarkan derajat keparahan fungsional, berat ringannya kecacatan penderita CP dibagi menjadi 2:
1.      C.P. ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan / aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali membutuhkan bantuan khusus.
2.      C.P. Sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat brace dan lain lain.
3.      C.P. Berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa melkaukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.
  
  •   ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO CP
CP dapat disebabkan oleh factor genetic ataupun factor lainnya. Apabila diketemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka kemungkinan besar merupakan factor genetic1. Sedangkan hal-hal lainnya yang diperkirakan sebagai penyebab CP adalah sebagai berikut:7
1.      Pranatal (sebelum lahir)
a.    Infeksi intrauterine; penyakit infeksi yang diderita oleh ibu menular ke janin seperti penyakit kelamin, herpes zoster , campak.
b.   Penyakit system metabolic seperti diabetes mellitus
c.    Perbedaan rhesus darah antara ibu dan anak
d.   Kebiasan-kebiasaan ibu, alkoholik, perokok, kekurangan gizi, atau pecandu obat-obat tertentu
e.    Penyakit keturunan
f.    Letak janin tidak nor tmal akibat trauma
g.   Penyebab tanpa diketahui (±30%)
2.      Perinatal (saat dilahirkan)
a.    Anoksia/hipoksia, bayi lama dipintu sehingga sel-sel otak rusak karena kekurangan oksigen.
b.   Trauma kelahiran
c.    Prematuritas
d.   Postmaturitas
e.    Bayi menderita sakit kuning
3.      Postnatal (setelah lahir)
a.    Infeksi otak seperti meningitis
b.   Demam sangat tinggi atau kekurangan cairan (dehidrasi)
c.    Trauma capitis
d.   Kekurangan oksigen karena tenggelam, keracunan gas, pestisida
e.    Tumor otak
f.    Gangguan metabolisme ke otak, misalnya insulin meninggi
g.   Perdarahan di otak tanpa diketahui penyebabnya

  •      PATOFISIOLOGI CP
Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3- 4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 5-6 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa meng- akibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya. Fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 2-4. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 3-5. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum.2
Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventnkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum. Anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis.2

  • GAMBARAN KLINIS CP
Gambaran klinis CP tergantung dari bagian dan luasnya jaringan otak yang mengalami kerusakan:2
1.      Paralisis: Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran.
2.      Gerakan involunter: Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran.
3.      Ataksia: Gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun (hipotoni), dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung.
4.      Kejang: Dapat bersifat umum atau fokal.
5.      Gangguan perkembangan mental: Retardalasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikem bangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif.
6.      Mungkin didapat juga gangguan penglihatan (misalnya: hemianopsia, strabismus, atau kelainan refraksi), gangguan bicara, gangguan sensibilitas.
7.      Problem emosional terutama pada saat remaja

  •    DIAGNOSIS CP
Untuk menetapkan  diagnosis diperlukan beberapa kali pemeriksaan, dengan anamnesis yang cermat dan pengamatan yang cukup, agar dapat menyingkirkan penyakit atau sindrom lain yang mirip dengan CP. Walaupun pada CP kelainan gerak motorik dan postur merupakan cirri yang utama, tetapi tidak boleh dilupakan bahwa sering juga disertai dengan gangguan bukan motorik, seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologis dan lainnya.1
Pada umumnya diagnosis pada anak di bawah umur 6 bulan adalah sulit. Hal ini disebabkan pada umur di bawah 6 bulan tidak banyak “milestone” perkembangan baru. Padahal dengan diagnosis dini dan penanganan yang dini puka, maka prognosisnya jauh lebih baik. Oleh karena itu untuk memudahkan diagnosis maka Levine, membagi kelainan motorik pada CP menjadi 6 kategori yaitu:
1.      Pola gerak dan postur
2.      Pola gerak oral
3.      Strabismus
4.      Tonus otot
5.      Evolusi reaksi postural dan kelainan lainnya yang mudah dikenal
6.      Reflex tendon, primitive dan plantar.
Kriteria ini dapat secara nyata membedakan antara penderita CP dengan yang bukan. Diagnosis dapat ditegakkan apabila minimal terdapat 4 kelainan pada 6 kategori motorik tersebut dan disertai dengan proses penyakit yang tidak progresif.1 

  •   PENATALAKSANAAN MEDIS
Perawatan pada anak CP memerlukan pengertian dan kerja sama yang baik dari pihak orang tua/keluarga penderita. Hal ini akan tercapai dengan baik jika diorganisasi terpadu pada satu pusat klinik khusus. Cerebral palsy yang dikelola tenaga tenaga dari pelbagai multidisipliner.1, 2
1.      Obat obatan :
a.       Obat anti spastisitas
Biasanya indikasi pembarian obat obatan anti spastisitas pada penderita C.P. karena : Spastisitas penderita sangat hebat yang disertai rasa nyeri sehingga mengganggu program rehabilitasi, keadaan hiperefleksi yang sangat mengganggu fungsi motorik (misalnya: ada klonus kaki yang hebat), kontraksi fleksi pada tungkai yang progresif, dan spasitisitas penderita yang mempersulit perawatan.
b.      Obat psikotropik 
c.       Antikonvulsan
2.      Tindakan ortopedi
Salah satu indikasi dilakukan tindakan ortopedi jika sudah terjadi deformitas akibat proses spasme otot atau telah terjadi kontraktur pada otot dan tendon. Dalam hal ini harus dipertimbangkan secara matang beberapa factor sebelum melakukan tindakan bedah.
3.      Fisioterapi
4.      Terapi wicara
5.      Terapi okupasi
6.      Ortotik prostetik1,2
Kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang sesungguhnya, tidak bisa terjadi pada CP. Tetapi akan terjadi perbaikan sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai kompensasinya. Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan, sedangkan bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran.

  • PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
Prinsip program fisioterapi CP yaitu:7
1.   Mengurangi (memblok) tonus, postur, keseimbangan dan gerakan yang tidak normal dengan cara membangkitkan postur yang normal (Reflex Inhibitory Posture/RIP)
2.   Mempermudah munculnya tonus otot, postur, keseimbangan dan gerakan yang normal melalui penanganan yang benar (Reflex Inhibitory Movement/ RIM).
3.   Mendidik kembali fungsi sensomotorik dengan jalan penderita diminta merasakan tonus , postur, keseimbangan dan gerakan yang tidak normal atau dilatih dengan memposisikan tubuh pada posisi yang kita anggap benar berulang-ulang kali (Fascilitation).
4.   Mengevaluasi langsung dari respon pasien untuk melihat seberapa besar perkembangan proses kemandirian anak CP.
Hal-hal yang harus diperhatikan saat melatih anak CP antara lain:6
1.   Tidak menimbulkan nyeri atau rasa takut dengan menggunakan tenaga yang berlebihan. Harus diregangkan dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
2.   Tidak menggerakkan sendi kian kemari seperti memompa, hal ini akan mempercepat peregangan yang meningkatkan kekakuan pada otot yang spastik.
3.   Tidak melakukan peregangan jika saat gerakan tiba-tiba menjadi kaku atau tidak terkontrol. Tunggu sampai otot-otot rileks seperti semula.
4.   Tidak meregangkan sendi secara berlebihan.
Tahapan teknik dasar latihan gerak pada anak CP terdiri dari 4 tahapan yaitu sebagai berikut:7
1.   Tahap I, merupakan latihan mengontrol kepala dan tangan.
Latihan mengontrol kepala dan tangan sangat penting sebagai tahap awal dari latihan selanjutnya. Mengangkat dan menahan kepala serta badan melalui penumpuan tangan berguna untuk persiapan berguling, merangkak dan duduk.
2.   Tahap II, merupakan latihan mengontrol badan untuk duduk
Pada tahap ini, anak diajarkan untuk mempertahankan badannya tetap tegak sewaktu ia bergerak dari dan hendak bersandar pada tangannya. Posisi duduk akan membuat sang anak mampu melihat kedua tangannya dan mempergunakannya. Tujuan latihan pada tahap ini yaitu agar anak anak dapat beraktivitas ke segala arah pada saat duduk, mempersiapkan diri untuk berdiri dan jongkok dari posisi duduk, dan beraktivitas dari posisi duduk ke merangkak.
3.   Tahap III, merupakan latihan untuk mengontrol tungkai untuk berdiri dan berjalan. Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini yaitu agar anak dapat mempersiapkan tungkainya dari duduk berlutut untuk selanjutnya berdiri. 
4. Tahap IV, merupakan informasi umum untuk keluarga, yaitu dengan menginformasikan  kepada keluarga untuk senantiasa melatih anak dengan teratur dan penuh kasih saying agar anak lebih cepat mandiri. Keluarga atau orang tua diajarkan untuk menggerakkan sendi secara penuh setiap hari sekitar 3 kali per sendi tanpa disertai dengan gerakan paksaan. Hal ini untuk memelihara jarak gerak sendi anak dan untuk mencegah kekakuan.


DAFTAR PUSTAKA
.
1.      Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2.      Kurniadi, Adi. 2012. Cerebral Palsy. Makalah tidak diterbitkan. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3.      Wahyudi, Nurma. 2008. Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kondisi Cerebral Palsy Spastic Diplegi Dengan Terapi Latihan Metode Bobath Di YPAC Surakarta. KTI tidak diterbitkan. Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4.      Adnyana, I Made Oka. 1995. Tinjauan Kepustakaan: Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologis. Jurnal Cermin Dunia Kedokteran No 104.
5.      Buranda, Theopilus. dkk. 2008. Anatomi Umum. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
6.      Pratiwi, Gusti. 2011. Karakteristik Penderita Cerebral Palsy yang mendapatkan pelayanan Fisioterapi di Makassar. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program Studi Fisioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 
7. Tim Penyusun. 2002. Modul1 :Tumbuh Kembang Anak Normal Sebagai Tolok Ukur Kemampuan Gerak Anak CP.  Pemda Provinsi Sul-Sel Dinas Kesehatan.

No comments:

Post a Comment