1. Definisi
Spondilo
berasal dari bahasa Yunani yang berarti tulang belakang. Spondilosis lumbalis
dapat diartikan perubahan pada sendi tulang belakang dengan ciri khas
bertambahnya degenerasi discus intervertebralis yang diikuti perubahan pada
tulang dan jaringan lunak, atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan dari
tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral, dan
kadang-kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra centralis (corpus). Secara singkat, sponsylosis adalah kondisi dimana telah terjadi degenerasi
pada sendi intervertebral yaitu antara
diskus dan corpus vertebra .
2. Etiologi
dan Faktor Resiko
Spondylosis lumbal muncul karena
proses penuaan atau perubahan degeneratif.
Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada
usia 45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada
laki-laki. Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal
adalah :
a. Kebiasaan postur yang jelek
b. Stress mekanikal akibat pekerjaan
seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan mengangkat, twisting dan
membawa/memindahkan barang.
c. Tipe tubuh
Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi
degenerasi pada vertebra lumbal yaitu:
a. Faktor usia , beberapa penelitian
pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses penuaan merupakan faktor
resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya pada tulang vertebra.
Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis deformans atau
spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 – 70 tahun.
Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan
sekitar 98% pada usia 70 tahun.
b. Stress akibat aktivitas dan
pekerjaan, degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks
massa tubuh, beban pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk,
postur jelek yang terus menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti
berkendaraan), semuanya merupakan faktor yang dapat meningkatkan kemungkinan
spondylosis dan keparahan spondylosis.
c. Peran herediter, Faktor genetik
mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus. Penelitian Spector
and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang ditemukan pada
osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian tersebut
telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan bahwa
sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan
lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance
training.
d. Adaptasi fungsional, Penelitian
Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif pada diskus berkaitan
dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit mungkin terbentuk dalam
proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin terjadi tanpa pertumbuhan
osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi fungsional terhadap
instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.
3. Patofisiologi
Perubahan
patologi yang terjadi pada diskus intervertebralis antara lain:
a. Annulus
fibrosus menjadi kasar, collagen fiber
cenderung melonggar dan muncul retak pada berbagai sisi.
b. Nucleus
pulposus kehilangan cairan
c. Tinggi
diskus berkurang
d. Perubahan
ini terjadi sebagai bagian dari proses degenerasi pada diskus dan dapat hadir
tanpa menyebabkan adanya tanda-tanda dan gejala.
Sedangkan
pada corpus vertebra, terjadi perubahan patologis berupa adanya lipping yang disebabkan oleh adanya
perubahan mekanisme diskus yang menghasilkan penarikan dari periosteum dari
annulus fibrosus. Dapat terjadi dekalsifikasi pada corpus yang dapat menjadi
factor predisposisi terjadinya crush
fracture.
Pada
ligamentum intervertebralis dapat menjadi memendek dan menebal terutama pada
daerah yang sangat mengalami perubahan. Pada selaput meningeal, durameter dari
spinal cord membentuk suatu selongsong mengelilingi akar saraf dan ini
menimbulkan inflamasi karena jarak diskus membatasi canalis intervertebralis.
Terjadi
perubahan patologis pada sendi apophysial yang terkait dengan perubahan pada
osteoarthritis. Osteofit terbentuk pada margin permukaan articular dan
bersama-sama dengan penebalan kapsular, dapat menyebabkan penekanan pada akar
saraf dan mengurangi lumen pada foramen intervertebralis.
4. Gejala
klinis
Gambaran
klinis yang terjadi tergantung pada lokasi yang terjadi baik itu cervical,
lumbal dan thoracal. Untuk spondylosis daerah lumbal memberikan gambaran klinis
sebagai berikut:
a. Onset,
biasanya awal nyeri dirasakan tidak ada apa-apa dan tidak menjadi suatu masalah
sampai beberapa bulan. Nyeri akut biasanya ditimbulkan dari aktivitas tidak sesuai.
b. Nyeri,
biasanya nyeri terasa disepanjang sacrum dan sacroiliac joint. Dan mungkin
menjalar ke bawah (gluteus) dan aspek lateral dari satu atau kedua hip. Pusat
nyeri berasal dari tingkat L4, L5, S1.
c. Referred
pain:
1) Nyeri
mungkin saja menjalar ke arah tungkai karena adanya iritasi pada akar
persarafan. Ini cenderung pada area dermatomnya
2) Paha
(L1)
3) Sisi
anterior tungkai (L2)
4) Sisi
anterior dari tungkai knee (L3)
5) Sisi
medial kaki dan big toe (L4)
6) Sisi
lateral kaki dan tiga jari kaki bagian medial (L5)
7) Jari
kaki kecil, sisi lateral kaki dan sisi lateral bagian posterior kaki (S1)
8) Tumit,
sisi medial bagian posterior kaki (S2)
d. Parasthesia,
biasanya mengikuti daerah dermatom dan terasa terjepit dan tertusuk, suatu
sensasi ”kesemutan” atau rasa kebas (mati rasa).
e. Spasme
otot, biasanya ada peningkatan tonus erector spinae dan m. quadratus lumborum.
Seringkali terdapat tonus yang berbeda antara abduktor hip dan juga adductor
hip. Kadang-kadang salah satu otot hamstring lebih ketat dibanding yang lainnya.
f. Keterbatasan
gerakan, semua gerakan lumbar spine cenderung terbatas. Gerakan hip biasanya
terbatas secara asimetrical. Factor limitasi pada umumnya disebabkan oleh ketetatan
jaringan lunak lebih dari spasm atau nyeri.
g. Kelemahan
otot, terjadi biasanya pada otot abdominal dan otot gluteal. Kelemahan mungkin
terjadi karena adanya penekanan pada akar saraf myotomnya. Otot-otot pada
tungkai yang mengalami nyeri menjalar biasanya lebih lemah dibandingkan dengan
tungkai satunya.
h. Gambaran
radiografi, terdapat penyempitan pada jarak discus dan beberapa lipping pada
corpus vertebra.
5. Pemeriksaan
pencitraan
X-ray, CT scan, dan MRI digunakan hanya pada keadaan
dengan komplikasi. Pemeriksaan densitas tulang (misalnya dual-energy
absorptiometry scan [DEXA]) memastikan tidak ada osteofit yang terdapat di
daerah yang digunakan untuk pengukuran densitas untuk pemeriksaan tulang
belakang. Osteofit menghasilkan gambaran massa tulang yang bertambah, sehingga
membuat hasil uji densitas tulang tidak valid dan menutupi adanya osteoporosis.
Foto X-ray polos dengan arah anteroposterior, lateral dan
oblique berguna untuk menunjukkan lumbalisasi atau sakralisasi, menentukan
bentuk foramina intervertebralis dan facet joint, menunjukkan spondilosis,
spondiloarthrosis, retrolistesis, spondilolisis, dan spondilolistesis. Stenosis
spinalis centralis atau stenosis recessus lateralis tidak dapat ditentukan
dengan metode ini.
CT adalah
metode terbaik untuk mengevaluasi penekanan osseus dan pada saat yang sama juga
nampak struktur yang lainnya. Dengan potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk
canalis spinalis, recessus lateralis, facet joint, lamina, dan juga morfologi
discuss intervertebralis, lemak epidural dan ligamentum clavum juga terlihat.
MRI dengan
jelas lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat
ini merupakan metode terbaik untuk mengevaluasi isi canalis spinalis. Disamping
itu, di luar dari penampakan degradasi diskus pada T2 weighted image,
biasanya tidak dilengkapi informasi penting untuk diagnosis stenosis spinalis
lumbalis. Bagaimanapun juga, dengan adanya perkembangan pemakaian MRI yang
cepat yang merupakan metode non invasif, peranan MRI dalam diagnosis penyakit ini
akan bertambah. Khususnya kemungkinan untuk melakukan rangkaian fungsional
spinal lumbalis akan sangat bermanfaat.
Sangat penting bahwa semua
gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala, karena penyempitan
asimptomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering ditemukan baik stenosis dari
segmen yang asimptomatik atau pasien yang sama sekali asimptomatik dan
seharusnya tidak diperhitungkan.
6. Komplikasi
Skoliosis
merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada penderita nyeri punggung
bawah karena Spondilosis. Hal ini terjadi karena pasien selalu memposisikan
tubuhnya kearah yang lebih nyaman tanpa mempedulikan sikap tubuh normal. Hal
ini didukung oleh ketegangan otot pada sisi vertebra yang sakit.
7. Penatalaksanaan
a.
Penatalaksanaan Medis
Terdiri
dari pengobatan konservatif dan pembedahan. Pada pengobatan konservatif, terdiri dari analgesik dan memakai korset lumbal yang
mana dengan mengurangi lordosis lumbalis dapat memperbaiki gejala dan
meningkatkan jarak saat berjalan. Percobaan dalam 3 bulan direkomendasikan
sebagai bentuk pengobatan awal kecuali terdapat defisit motorik atau defisit
neurologis yang progresif.
Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya
gejala-gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada keadaan
tanpa komplikasi. Terapi pembedahan tergantung pada tanda dan gejala klinis,
dan sebagian karena pendekatan yang berbeda terhadap stenosis spinalis
lumbalis, tiga kelompok prosedur operasi yang dapat dilakukan anatara lain:
Operasi dekompresi, Kombinasi
dekompresi dan stabilisasi dari segmen gerak yang tidak stabil, dan Operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil
b.
Penatalaksanaan Fisioterapi
Tujuan
tindakan fisioterapi pada kondisi ini yaitu untuk meredakan nyeri,
mengembalikan gerakan, penguatan otot, dan edukasi postur. Pada pemeriksaan
(assessment) yang perlu diidentifikasi adalah:
1)
gambaran nyeri
2)
factor pemicu pada saat bekerja dan saat
luang
3)
ketidaknormalan postur
4)
keterbatasan gerak dan faktor
pembatasannya.
5)
Hilangnya gerakan accessories dan
mobilitas jaringan lunak dengan palpasi.
Program
intervensi fisioterapi hanya dapat direncanakan setelah melakukan assessment
tersebut. Adapun treatment yang bias digunakan dalam kondisi ini, adalah
sebagai berikut:
1)
Heat
,
heat pad dapat menolong untuk
meredakan nyeri yang terjadi pada saat penguluran otot yang spasme.
2)
Ultrasound,
sangat berguna untuk mengobati thickening yang terjadi pada otot erector spinae
dan quadratus lumborum dan pada ligamen (sacrotuberus dan saroiliac)
3)
Corsets,
bisa digunakan pada nyeri akut
4)
Relaxation,
dalam
bermacam-macam posisi dan juga pada saat istirahat, maupun bekerja. Dengan
memperhatikan posisi yang nyaman dan support.
5)
Posture
education, deformitas pada postur membutuhkan latihan pada
keseluruhan alignment tubuh.
6)
Mobilizations,
digunakan untuk stiffness pada segment lumbar spine, sacroiliac joint dan hip
joint.
7)
Soft
tissue technique, pasif stretching pada struktur yang
ketat sangat diperlukan, friction dan kneading penting untuk mengembalikan
mobilitas supraspinous ligament, quadratus lumborum, erector spinae dan glutei.
8)
Traction,
traksi
osilasi untuk mengurangi tekanan pada akar saraf tetapi harus dipastikan bahwa
otot paravertebral telah rileks dan telah terulur.
9)
Hydrotherapy,
untuk
relaksasi total dan mengurangi spasme otot. Biasanya berguna bagi pasien yang
takut untuk menggerakkan spine setelah nyeri yang hebat.
10)
Movement,
hold
relax bisa diterapkan untuk memperoleh gerakan fleksi. Bersamaan dengan
mobilitas, pasien melakukan latihan penguatan untuk otot lumbar dan otot hip.
11) Advice
, Tidur diatas kasur yang keras dapat menolong
pasien yang memiliki masalah sakit punggung dan saat bangun, kecuali pada pasien
yang nyeri nya bertambah parah pada gerakan ekstensi. Jika pasien biasanya tidur
dalam keadaan miring, sebaiknya menggunakan kasur yang lembut.
ijin nyimak artikelnya gan.......
ReplyDeletemaaf sumbernya darimana ya? Tks :)
ReplyDelete