May 20, 2012

HERNIA NUCLEUS PULPOSUS


1.      Definisi
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan protusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau cauda equina. HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan nukleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral.

Diskus intervertebral dibentuk oleh dua komponen yaitu; nukleus pulposus yang terdiri dari serabut halus dan longgar, berisi sel-sel fibroblast dan dibentuk oleh anulus fibrosus yang mengelilingi nukleus pulposus yang terdiri dari jaringan pengikat yang kuat. Diskus Intervertebralis adalah lempengan kartilago yang membentuk sebuah bantalan diantara tubuh vertebra. Material yang keras dan fibrosa ini digabungkan dalam satu kapsul. Bantalan seperti bola dibagian tengah diskus disebut nukleus pulposus. HNP merupakan rupturnya nukleus pulposus.
Herniasi nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis. Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl. Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan kelainan mendasari “low back pain”sub kronik atau kronik yang kemudian disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau siatika

2.      Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi penyakit ini antara lain:
a.    Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
b.   Spinal stenosis.
c.    Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
d.   Pembentukan osteofit.
e.    Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nukleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nukleus hingga annulus.
Ada beberapa faktor yang berpotensi menyebabkan HNP, di antaranya adalah berat badan yang berlebihan, gaya hidup bermalasmalasan, dan postur tubuh yang tidak diposisikan secara benar. Faktor lainnya adalah perubahan degeneratif yang mengurangi kekuatan dan stabilitas tulang belakang sehingga menyebabkan tulang belakang rentan terhadap cedera.
Perubahan degeneratif antara lain pertambahan usia yang berpengaruh pada penurunan kemampuan menahan air yang dimiliki nukleus pulposus, proteoglikan rusak, komponen mekanik memburuk yang menyebabkan terlampauinya tekanan maksimal dalam diskus sehingga mengakibatkan penonjolan anulus. Selain itu, pergerakan tiba-tiba dan bertenaga atau traumatik yang memindahkan gaya dalam jumlah besar ke tulang belakang juga berisiko besar terhadap kemungkinan terjadinya HNP.
Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah:
a.       Umur: makin bertambah umur makin berisiko
b.      Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari perempuan
c.       Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor Resiko yang tidak dapat dirubah:
a.    Pekerjaan atau aktivitas: mengangkat barang-barang berat, duduk yang terlalu lama, sering membungkuk atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan vibrasi yang konstan seperti pada supir
b.   Olahraga yang tidak teratur, seperti mulai latihan setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
c.    Merokok. Nikotin dan zat-zat beracun lain dapat mengganggu kemampuan diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
d.   Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra didaerah perut dapat menyebabkan strain pada punggung bawah.
e.    Batuk lama dan berulang.

3.      Patofisiologi
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan perubahan degeneratif yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus pulposus. Perkembangan pecahan yang menyebar di anulus melemahkan pertahanan pada herniasi nukleus. Setela trauma (jatuh, kecelakaan, dan stress minor berulang seperti mengangkat) kartilago dapat cedera.
Pada kebanyakan pasien, gejala trauma segera bersifat khas dan singkat, dan gejala ini disebabkan oleh cedera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan maupun tahun. Kemudian pada degenerasi pada diskus, kapsulnya mendorong ke arah medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari kolumna spinal.
Hernia nukleus pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radiks yang bersama-sama dengan arteria radikularis berada dalam bungkusan dura. Hal ini terjadi kalau tempat herniasi di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya ditengah-tengah tidak ada radiks yang terkena. Lagipula,oleh karena pada tingkat L2 dan terus kebawah sudah tidak terdapat medula spinalis lagi, maka herniasi di garis tengah tidak akan menimbulkan kompresi pada kolumna anterior.
Setelah terjadi hernia nukleus pulposus sisa duktus intervertebralis mengalami lisis sehingga dua korpora vertebra bertumpang tindih tanpa ganjalan.

4.      Gejala klinis
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring. Tanda dan gejala :
a.    Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
b.   Nyeri tulang belakang
c.    Kelemahan satu atau lebih  ekstremitas.
d.   Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.

5.      Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan radiologi tidak perlu selalu dilakukan pada setiap pasien yang mengeluh gejala HNP. Pencitraan hanya dianjurkan pada pasien yang akan menjalani pembedahan diskus, atau bila gejala tidak membaik setelah 4-6 minggu terapi konservatif. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah pencitraan yang paling baik untuk melihat patologi tulang lumbal. Keuntungan lain adalah tidak invasif dan tidak beradiasi.
Pencitraan lain adalah diskografi dan computed tomography (CT) diskografi. Keduanya lebih baik mencitrakan ruptur anulus fibrosus dibandingkan MRI. Diskografi diindikasikan pada kasus kecurigaan nyeri diskus tanpa keterlibatan saraf. Ultrasonografi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis HNP karena keterbatasannya dalam memvisualisasi kanal spinalis dan saraf spinal. Epidural venografi tidak lagi dipakai saat ini.


6.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi:
a.    RU
b.   Infeksi luka
c.    Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.

7.      Penatalaksanaan
a.    Penanganan Medis
Penanganan medis yaitu dengan laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.

b.   Penanganan Fisioterapi
Prinsip penanganan fisioterapi memiliki tujuan jangka panjang  yaitu mengembalikan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional ADL. Sedangkan tujuan jangka pendeknya, antara lain:
1)   Mengurangi nyeri pinggang menjalar ke tungkai kanan
2)   Mengurangi spasme otot-otot erector spine lumbal.
3)   Mengatasi kontraktur otot-otot flexor
4)   Menambah mobilisasi gerak lumbal
5)   Meningkatkan kekuatan otot
6)   Memperbaiki postur
7)   Memperbaiki  ADL
Pada fase akut, tindakan fisioterapi yang dapat diberikan antara lain:
1)   Mengurangi nyeri pinggang yang menjalar : Interferensi Terapi
2)   Mengurangi spasme : Manual terapi
3)   Mengatasi keterbatasan gerak : mobilisasi lumbal
Pada fase kronik, tindakan fisioterapinya antara lain:
1)   Protrusi diskus : mobilisasi diskus
2)   Nyeri : Interferensi Terapi
3)   Spasme : Neuromuskular Teknik
4)   Kelemahan otot : Manual Terapi
5)   Kontraktur otot : Manual Terapi
6)   Keterbatasan ROM : Manual terapi
7)   Keterbatasan gerak lumbal : mobilisasi lumbal
8)   Gangguan Postur : koreksi postur 
9) Gangguan Aktivitas sehari-hari (ADL) : latihan ADL

No comments:

Post a Comment