June 14, 2012

DILATED CARDIOMYOPATHY ( KARDIOMIOPATI DILATASI )


DILATED CARDIOMYOPATHY
 ( KARDIOMIOPATI DILATASI )
1.      Definisi dan Klasifikasi
Kardiomiopati merupakan sekumpulan kelainan kardiologis dimana terjadi abnormalitas structural pada miokardium.  Kondisi ini bisa berujung pada sebuah gagal jantung. Kardiomiopati tergolongkan pada 3 tipe berdasarkan keadaan anatomis dan gangguan fisiologis dari ventrikel kiri.
a.          Kardiomiopati dilatasi ditandai pembesaran ruang ventrikel dan gangguan fungsi sistolik.
b.         Kardiomiopati hipertropik menunjukkan penebalan ventrikel secara abnormal dan gangguan relaksasi diastolik, namun fungsi sistolik masih baik.
c.          Kardiomiopati restriktif ditandai miokardium yang kaku karena fibrosis ataupun proses infiltratif, yang berujung pada gangguan relaksasi diastolik, sementara fungsi sistolik normal ataupun sedikit terganggu.
Kardiomiopati dilatasi (KD) mempunyai karakteristik peningkatan volume sistolik dan diastolik ventrikel kiri yang ditandai dengan terdilatasinya kedua ventrikel terutama ventrikel yang kiri, jarang yang kanan, yang berakibat menurunnya kontraktilitas miokardium sehingga menurunkan curah jantung



2.      Etiologi dan Faktor Resiko
a.    Idiopatik, merupakan tipe yang paling sering, pada pemeriksaan secara histologi memperlihatkan hipertropi miosit dan fibrosis interstitial.
b.    Familial, Heredofamilial neuromuscular disease ventricular dysplasia merupakan bentuk KD yang unik dengan karakteristik penggantian progresif dari dinding ventrikel kanan dengan jaringan adiposa. Sering dihubungkan dengan aritmia ventrikel, tetapi perjalanan klinisnya bervariasi.
c.    Toksik
1)   Alcoholism (15 sampai 40% kasus di Negara barat)
2)   cobalt, lead, phosphorus, carbon monoxide, mercury, doxorubicin, daunorubicin, mercury, antimony, gold, chromium.
3)   Cocaine, heroin, organic solvents (“glue sniffer’s heart”)
4)   Antiretroviral agents (zidovudine, didanosine, zalcitabine)
5)   Phenothiazines
d.   Metabolik
1)   Collagen vascular disease (SLE, rheumatoid arthritis, polyarteritis), dermatomyositis.
2)   Peripartum (trimester ketiga dari kehamilan atau 6 bulan postpartum)
3)   Nutrisi (beri-beri, defisiensi selenium, defisiensi karnitin, defisiensi tiamin)
4)   Acromegaly, osteogenesis imperfecta, myxedema, thyrotoxicosis, diabetes, Hypocalcemia
5)   Hematologi (e.g., sickle cell anemia, hemochromatosis)
6)   Penyakit ginjal tahap akhir pada hemodialysis
7)   Amyloid
8)   Heat stroke
e.    Infeksius
1)   Postmyocarditis
2)   virus (human immunodeficiency virus, coxsackievirus B), rickettsial, mycobacterial, toxoplasmosis, trichinosis, Chagas’ disease, bacterial.
f.     Kondisi sistemik seperti iskemia miokardium, hipertensi dan kelainan katup jantung.
g.    Irradiasi
h.    Prolonged tachycardia
i.      Takotsubo cardiomyopathy (sekunder karena stress berat atau latihan fisik yang berlebihan).
j.      Genetik, Setidaknya 20% dari pasien dengan bentuk familial dari KD mempunyai mutasi yang berada pada gen yang mengkode protein sitoskeletal (seperti distropin dan gen desmin), kontraktil, membran nuclear (seperti gen lamin A/C), dan protein lainnya. Penyakit ini secara genetic heterogenous namun paling sering ditransmisikan secara autosomal dominant, autosomal resesif, mitokondrial (terutama pada anak anak), dan X-linked inheritance.
k.    Hemodinamik
Defek fisiologis yang utama berupa menurunnya kekuatan kontraksi ventrikel kiri yang mengakibatkan stroke volume berkurang, ejection fraction yang merendah, dan end systolic dan end dyastolic volume bertambah. Ventrikel kiri berdilatasi dan tekanan atrium kiri meningkat menyebabkan hipertensi pulmonal dan gagal jantung kanan.

3.      Patofisiologi
a.    Peningkatan sedang dalam massa miokardium, tetapi rongga ventrikel berdilatasi parah. Biasanya keempat kamar jantung membesar dan sering mengandung trombi mural, yang terakhir menyebabkan embolisme sistemik.
b.    Gangguan fungsi sistolik, Pengurangan fraksi ejeksi (biasanya kurang dari 40%)
c.    Tidak ada gangguan pengisian ventrikel kiri
d.   Dengan dilatasi parah rongga ventrikel, maka regurgitasi mitral bisa timbul dengan katup normal secara anatomi.
e.    Bisa timbul berbagai aritmia atrium dan ventrikel.

4.      Gambaran Klinis
Pasien dengan kardiomiopati dilatasi (KD) secara umum mempunyai gejala klinis yang tidak jelas dan tiba-tiba didapati gejala gagal jantung kongestif. Mula-mula terdapat batuk karena kongesti paru, dyspnea pada kerja ringan, kelemahan dan anoreksia yang memburuk secara bertahap dalam hitungan bulan sampai tahun. Adakalanya didapati aritmia (atrium fibrilasi dan aritmia ventrikel) yang mendahului gagal jantung.
Bila keadaan bertambah berat, kulit menjadi dingin dan pucat, volume nadi dan tekanan nadi berkurang, takikardia, tekanan vena jugularis meningkat, hepatomegali dan edema kaki bisa didapati. Bising pansistolik bisa didapati, karena insufisiensi katup trikuspid dan katup mitral meskipun sangat jarang.
Pada 50% anak dapat ditemukan demam dalam 3 bulan sejak terdapat gejala gagal jantung, dan 10-20% memiliki gejala neurologis (kejang, keterlambatan pertumbuhan) dan gastroinestinal muntah, nyeri perut). Gejala dapat ditemukan pada 50% saat bayi dan 25% pada masa kurang dari 24 jam. Beberapa pasien memiliki ventrikel kiri yang terdilatasi beberapa bulan sampai tahun sebelum adanya gejala.
Adanya angina pectoris sangat jarang terjadi, jika ada maka kemungkinan berhubungan penyakit jantung iskemik. Sinkop karena aritmia, emboli, dan kematian mendadak dapat terjadi meskipun sangat jarang.

5.      Pemeriksaan Diagnsotik
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yaitu sebagai berikut:
a.     Laboratorium
1)   Laju endap darah
2)   creatinine kinase (penapisan muskular distropi)
3)   renal function test
4)   liver function test
5)   uji fungsi tiroid
6)   viral serologi
b.    Rontgen thorax
1)   Pembesaran jantung massif
2)   Edema interstitial pulmoner
3)   Khas pada roentgen siluet jantung membesar, kadang masif dan jantung berbentuk “botol air” efusi perikardium.
c.    ECG
1)   Hipertropi ventrikel kiri dengan perubahan gelombang ST-T djumpai pada 50% penderita bayi.
2)   Khas, gelombang T rata atau inversi dengan ST depresi.
3)   Sumbu QRS inferior pada 85% penderita.
4)   Right bundle branch block (RBBB) or LBBB
5)   Perubahan gelombang P yang mengindikasikan abnormalitas atrium kiri, first-degree AV block.
6)   Abnormalitas konduksi atrioventrikular (sinus takikardi, atrial fibrilasi, PVC, kontraksi atrium prematur, ventrikel takikardi, ventrikel aritmia, supraventrikel disritmia)
d.   Echocardiogram, menunjukkan pembesaran ruang jantung pada 50% penderita dan 25% penderita memiliki EF yang rendah (disfungsi sistolik) dengan global akinesia. Kriteria diagnostik adalah bila fraksi ejeksi <0.45, fractional shortening <25%, dan volume akhir diastolik ventrikel kiri >112%.
e.    Doppler, dapat memeriksa dinamika ejeksi ventrikel kiri dan mempunyai gambaran khas penurunan kecepatan dan percepatan puncak pada saat istirahat maupun latihan fisik.
f.     Kateterisasi jantung: peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri atau kanan, curah jantung secara umum normal atau menurun tetapi tidak signifikan pada saat aktifitas fisik. Angiography memperlihatkan hipokinetik ventrikel kiri difus yang terdilatasi, seringkali dengan adanya mitral regurgitasi.
g.    Biopsi endomiokardial tidak diperlukan pada KD idiopatik atau familial, namun dapat berguna untuk mencari penyebab yang dapat diobati (contohnya sarcoidosis, hemochromatosis) dan diagnosa definitif (contohnya amyloidosis) dari KD, namun biopsi secara umum mempunyai cakupan diagnostik yang rendah, resiko perforasi dan kematian sehingga membatasi penggunaannya.
Perbaikan secara spontan atau stabilisasi dapat muncul pada sekitar seperempat pasien dengan KD. Kematian disebabkan gagal jantung, takiaritmia ventrikel atau bradyaritmia ventrikel. Pemakaian antikoagulan harus dipertimbangkan jika terdapat kemungkinan emboli sistemik. Standar terapi untuk gagal jantung adalah restriksi natrium, ACE inhibitor, diuretik, dan digitalis menghasilkan perbaikan gejala. Pada KD sekunder yang disebabkan karena hipertensi atau penyakit katup, penurunan afterload paling baik dengan menambahkan hydralazine atau nitrat terhadap standar regimen terapi gagal jantung kongestif. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa kombinasi dari angiotensin II receptor antagonis dengan ACE inhibitor lebih efektif dibandingkan pemakaian monoterapi. 
Pada pasien dengan gagal jantung kongestif fungsional kelas IV dan Left Ventrikel Ejection Fraction <35%, penambahan 25 mg spironolakton terhadap standar regimen gagal jantung kongestif telah menurunkan tingkat mortalitas sebesar 30%. Beberapa pasien dengan KD yang pada saat biopsi menunjukkan adanya inflamasi miokardium harus diterapi dengan obat-obatan imunosupresif. Penggunaan alkohol harus dihindari karena bersifat toksik bagi jantung, sebagaimana juga penggunaan calcium chanel bloker dan NSAID. obat antiaritmia sebaiknya dihindari untuk menghindari proaritmia, kecuali dibutuhkan untuk mengatasi pada aritmia yang serius. Pada satu dari tiga pasien dengan keterlambatan konduksi intraventrikuler (seperti LBBB atau RBBB), pemasangan pacu jantung biventrikuler (resynchronization therapy) akan memperbaiki gejala, menurunkan waktu rawat inap dan menurunkan mortalitas. Pemasangan implant cardioverter-defibrillator sangat berguna pada pasien dengan aritmia ventrikuler. Transplantasi jantung harus dipertimbangkan pada pasien yang refrakter terhadap medikamentosa atau pasien dengan KD idiopatik.

No comments:

Post a Comment